PROSPEK PENGEMBANGAN PERAN KOPERASI
DALAM MASALAH PERBERASAN
DALAM MASALAH PERBERASAN
                                    Nama Kelompok :
 1. Astri Rhianti Poetri         (21210198)
 2. Efa Wahyuni                  (22210258)
 3. Fika Fitrianti                  (22210770)
 4. Nova Farhan Septiani     (25210041) ABSTRAK
Modifikasi  kebijakan di bidang beras yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun  2001 tampaknya telah mengembangkan mekanisme pemasaran beras untuk  nasional saham. Koperasi kontribusi dalam mendukung pendapatan petani  dan ketersediaan stok beras nasional juga lebih terbatas. Kurangnya  kondisi stok datang dari dua tahun terakhir ini juga tampaknya tidak  mampu mengubah persepsi terhadap kepentingan peran koperasi untuk  menjadi salah satu komponen penting di tingkat nasional pada sistem.  Dalam kondisi seperti ini, tampaknya masih koperasi berusaha untuk  menjadi ada antara lain dengan mengembangkan model ketahanan pangan  beberapa saham seperti bank padi, penyimpanan makanan, dan pusat-pusat  pengolahan beras beberapa. Model ini menjamin beras saham di pusat-pusat  produksi serta di daerah defisit makanan dan secara bersamaan  mengurangi ketergantungan.
I. Latar Belakang
Sampai  dengan akhir tahun 2006 Badan Pusat Statistik menginformasikan bahwa  jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) telah mencapai 48,634 juta  unit, atau 99,99% dari jumlah dunia usaha ada di Indonesia. Dari jumlah  tersebut lebih kurang 68,9%-nya bergerak di setor tanaman pangan  khususnya padi, baik sebagai pemilik lahan, penyewa atau penyakap.  Dengan perkataan lain sub sektor ini menjadi tumpuan hidup dari 33,508  juta kepala keluarga, atau lebih kurang 134,035 juta jiwa rakyat  Indonesia. Oleh karena besarnya jumlah rakyat yang hidup pada sub sektor  tersebut, maka fluktuasi harga bahan pangan khususnya beras secara  langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka. 
Rendahnya  harga beras pada dua tahun terakhir diduga menjadi salah satu penyebab  berkurangnya minat petani untuk bertanam padi, yang berakibat menurunnya  produksi beras dalam negeri. Kekurangan beras di dalam negeri memang  dapat diselesaikan dengan mengimpor beras yang pada tahun 2005 mencapai  350.000 ton dan tahun 2006 mencapai 460.000 ton. Jumlah impor yang  dilakukan pemerintah ini diduga lebih kecil dari jumlah beras impor yang  masuk melalui jalur lainnya. Guna mengurangi beban impor maka  pemerintah bertekat meningkatkan produksi beras dalam negeri, untuk itu  pemerintah mendorong petani agar pada tahun 2007 terjadi tambahan  produksi beras sebanyak 2 juta ton. Usaha tersebut dilakukan melaui  sistem terpadu yaitu penyediaan sarana produksi dengan harga bersubsidi.  Dorongan peningkatan produksi padi juga dilakukan dengan cara menaikkan  harga dasar pembelian beras oleh pemerintah (HPP) melalui Intruksi  Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2007. Berdasarkan Inpres tersebut HPP  Gabah kering panen (GKP) naik dari Rp. 1.723,- menjadi Rp. 2.000,- per  Kg, Gabah kering giling (GKG) naik dari Rp. 2.280,- menjadi Rp. 2.575,-  per Kg, dan beras naik dari Rp. 3.550,- menjadi Rp. 4.000,- per Kg. 
Dalam  upaya mendukung program pengadaan beras nasional ini memang Perum Bulog  sudah merangkul banyak pihak terutama para pedagang beras ditingkat  Kabupaten dan juga koperasi Pertanian (Koptan). Dalam hal ini Perum  bulog juga sudah menjalin kerjasama dengan Induk Koperasi Pertanian  (Inkoptan). Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana kapasitas  Inkoptan dan Koptan tersebut dapat mendukung mekanisme pengadaan gabah  beras oleh Perum Bulog ? Diketahui bahwa Koptan belumlah memiliki  pengalaman karena baru mulai dibentuk pada tahun 1999. Koptan juga tidak  memiliki sarana yang memadai untuk melaksanakan kegiatan yang cukup  besar dan cukup rumit tersebut. Dalam hal ini timbul pertanyaan lagi  mengapa Perum Bulog tidak merangkul Koperasi Unit Desa (KUD), yang  notabene sudah memiliki pengalaman dan sarana pendukung yang cukup  banyak baik berupa Gudang Lantai Jemur dan Kios (GLK) maupun Huler dan  berbagai sana pendukung lainnya.
II. Potensi Dan Kendala Koperasi
Keikutsertaan  Koperasi dalam Program Swasembada Pangan sudah dimulai sejak tahun 1974  dengan didirikannya Badan Usaha Unit Desa yang kemudian berubah nama  menjadi Koperasi Unit Desa. Selama lebih dari 30 tahun tahun KUD secara  aktif telah dilibatkan dalam kegiatan tersebut, tidak saja dalam  pengadaan gabah/beras untuk menudukung stok beras nasional, tetapi juga  dilibatkan dalam penyediaan sarana produksi padi (saprodi), pengolahan  hasil dan pemasarannya kepasaran umum (pasar bebas). Potensi Koperasi  yang dalam hal ini KUD dalam kegiatan pengadaan Gabah dan beras dalam  beberapa Dasawarsa yang lalu memang cukup besar, baik dilihat dari  ketersedian sarana, maupun ketersedian personil. Demikian juga  sesungguhnya KUD mempunyai keterikatan usaha yang sangat kuat dengan  petani, walaupun keberhasilan KUD pada waktu itu belum lagi optimal.
III. KEIKUTSERTAAN KOPERASI DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN
UMKM
UMKM
Dalam  rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan pangan  pokok ini, tidaklah mengherankan jika pemerintah telah mengambil  langkah-langkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar departemen  dan instansi pemerintah untuk mengatur dan mendorong ketahanan pangan di  Dalam Negeri. Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang  sejak lama telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan  persediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab  ini dan disertai dukungan pemeritah, Departemen Koperasi telah  menumbuhkembangkan kegiatan usaha dan bisnis koperasi di tengah  masyarakat. Usaha koperasi yang sudah berjalan, telah menjangkau  berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang luas  ke berbagai pelosok Tanah Air. 
Sejumlah  fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di sektor  pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi  pangan baik padi maupun palawija. Keberhasilan program Bimas dan Inmas  di masa lalu tidak terlepas dari peranserta koperasi/KUD sejak dari  penyediaan prasarana dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga  pemasaran produk. 
Meskipun  demikian kini terjadi perubahan seiring berlangsungnya era globalisasi  dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat  pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah  kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan  kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan pupuk di  lokasi petani dan penggunaannya dengan harga terjangkau, serta pengadaan  gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan  kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi gabah mereka yang  berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam Negeri  dan pada sisi lain meningkatkan income mereka. Sementara di sisi  pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada berbagai lembaga  untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas  persediaan Dalam Negeri.  
IV. PENUTUP
Perubahan  kebijakan dibidang perberasaan yang dilakukan oleh pemerintah sejak  tahun 2001 ternyata telah membangun mekanisme pasar gabah/beras menjamin  posisi petani, yang sekaligus juga tidak menjamin ketersediaan beras  untuk stok nasional. Sumbangan koperasi baik dalam mendukung pendapatan  petani dan ketersedian stok beras nasional juga semakin terbatas.  Kondisi kekurangan stok telah terasa selama dua tahun belakangan ini  juga ternyata belum mampu merubah persepsi terhadap kepentingan peran  koperasi untuk kembali menjadi salah satu komponen penting dalam sistem  perberasan nasional. Dalam kondisi seperti itu ternyata koperasi masih  berusaha untuk eksis antara lain dengan mengembangkan beberapa model  pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung  pangan, dan sentrasentra pengolahan padi. Model-model ini berperan  menjamin persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun  daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap  impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan  nasional. Eksistensi koperasi ini walaupun relatif kecil tetapi menjadi  indikator bahwa koperasi masih memiliki potensi untuk kembali  diikutsertakan dalam mendukung sistem perberasan. Tinggal lagi yang  diperlukan adalah adanya pemikiran logis dari para pengambil kebijakan  untuk menumbuhkan kembali peran koperasi dalam mendukung program  ketahanan pangan nasional yang secara nyata semakin tidak menentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar